Brakk.
“Huwaa…layanganku, Bun. Layanganku..hiks.” Azka histeris sambil membawa layangan yang robek.
“Lho, baru pulang kok, nangis? Ada apa dengan layanganmu?” tanya Bunda heran. Ia menyelidik. “Jangan-jangan layanganmu putus, ya?”
Hiks. “Bukan, Bun. Layanganku rusak.” Tangis Azka makin kencang.
“Oh, gitu. Ya sudah, nanti Bunda belikan lagi, udah nangisnya berhenti dulu.” Bunda kasian melihat putranya.
“Huwaa..tapi, layanganku dirusak, Bun. Pokoknya aku nggak terima. Aku nggak mau main lagi sama dia.“ Azka cemberut. Napasnya naik turun.
“Dirusak sama siapa, Sayang?” Bunda penasaran.
“Si Opan, Bun.”
“Cup…cup..cup. Sudah berhenti dulu nangisnya, coba Azka tarik napas pelan-pelan.” Bunda memeluk Azka.
“Tatapan Azka hanya tertuju pada layangan sobek yang dipegangnya.”
Bunda memberikan segelas air putih pada Azka. Dia membisu, tapi hanya seteguk meminum airnya. Lama kelamaan tangisnya berhenti.
“Sini Azka duduk dulu. Coba ceritakan ke Bunda, apa yang terjadi tadi?”
“Awalnya, saat aku main layangan sama abang di lapangan seru banget, Bun. Apalagi, sekarang aku udah tau cara nerbangin layangan. Aku semangat banget buat nariknya sambil lari-lari. Eh, tiba-tiba Si Opan datang dan pegang layanganku tanpa ijin. Aku kaget banget. Setelah itu, mendadak si Opan terjungkal saat berbalik arah dan nabrak temanku yang lain akhirnya layanganku kena senggol dan robek.”
“Sabar, Nak. Peristiwa tadi memberikan apa?”
Azka geleng-geleng.
“Azka harus belajar jadi anak yang sabar.”
“Baru juga mau diterbangkan eh, malah seperti ini.” Kedua bola mata Azka berair lagi.
“Kamu harus lapang dada, ya meskipun sedih Bunda yakin Azka anak yang penyabar.”
“Iya, Bun.”
“Opan sudah minta maaf?”
Azka geleng-geleng.
“Aku sedih, Bun. Layanganku robek, dia nggak mau ganti.”
“Kalau begitu, berarti dia nggak tanggung jawab, dong?”
“Iya, aku sebel mangkanya,”
“Sekarang Azka makan dulu. Bunda udah siapain nasi dan sayur capcay di meja makan. Jangan sedih lagi, ayo makan dulu. Perutnya sudah keroncongan tuh.” Bujuk Bunda.
Azka mengangguk. Kemudian dia menyendok nasi. Azka menikmati hidangan sore itu. “Hmm, masakan Bunda lezat .” Gumamnya.
***
“Assalammualaikum Azka,”
“Waalaikum salam,” Azka menjawab salam lalu keluar rumah.
“Azka, main lagi yuk!” sahut Opan.
“Nggak ah. Aku udahan mainnya.” Jawab Azka tanpa basa-basi.
“Maafin aku Azka. Tadi layanganmu tak sengaja kena tangan Sodik, jadi robek, deh.”
“Iya, nggak apa-apa, lain kali kamu ijin dulu kalau mau pinjam, jangan main serobot ambil punya orang lain.”
“Iya, aku janji lain kali nggak seperti tadi. Ini aku ganti laynganmu.” Opan menyodorkan layangan bergambar Doraemon.
“Wah, ini layangan baru?”
“Iya, layangan ini kuberikan untukmu sebagai ucapan maaf.” Opan tersenyum.
“Baik, aku maafin, kok. Terima kasih Pan.”
Azka tersenyum dan berbalik badan, kemudian dia menutup pintu.
Dia masuk ke dalam kamarnya. Wah, aku punya layngan baru. Ternyata dibalik peristiwa tadi, aku tahu kalau orang yang sabar akan ada ganjarannya seperti hadiah layangan ini. Untung aku udah maafin Si Opan. Mulai sekarang aku mau jadi anak yang sabar.
***