Kado Misterius
Oleh: Elvira Dwi
28/9/2025
Cahaya matahari masuk menyeruak melalui kaca jendela. Usai berganti pakaian, Zubair pergi keluar rumah, menikmati udara pagi yang sejuk di pekarangan rumah. Berbagai pohon dan bunga berwarna-warni tumbuh di sana. Membuat pekarangan rumahnya terlihat asri.
Baru saja Zubair sampai di bawah pohon jambu, ia melihat ada sekotak kado. Kado itu terletak begitu saja di dekat akar pohon.
Kado itu dibungkus dengan kertas kado dan dihiasi pita yang menarik. Zubair menatap kado itu bingung, “Apa itu?”
Zubair mendekati kado itu, lalu melihat sebuah nama tertera di atas kado.
M. Salman Al Farisi.
“Wah, ternyata ini kado Salman. Kenapa bisa ada di sini? Hmm. Mungkin pengantar kado ini salah alamat.”
Zubair mengantarkan kado itu ke rumah sahabatnya itu. Rumah Salman berada di seberang rumahnya. Kado itu bergoyang-goyang seiring dengan langkah kakinya. Menimbulkan suara dari dalam kotak kado.
“Hmm. Kira-kira apa ya isinya?” Zubair menebak-nebak penasaran. “Pasti asyik sekali kalau dapat kado seperti ini hihihi.”
Setiba di depan pintu rumah Salman, Zubair mengetuk pintu sambil mengucapkan salam. “Assalaamualaikum.”
Tak ada sahutan.
Zubair mengulanginya lagi. “Assalaamu’alaikum.”
Masih tak ada sahutan. Ia mengulanginya lagi hingga berkali-kali. Namun, tetap tak ada sahutan sehingga membuat Zubair penasaran. Zubair mengintip ke dalam rumah itu melalui kaca jendela. Ternyata benar, tidak ada orang.
Tiba-tiba terdengar derap langkah kaki dari belakang. Zubair menoleh. Tampak Ummi sedang membawa keranjang berisi sayur-mayur dan ikan sepulang dari pasar. Ummi menghampiri Zubair.
Ummi mengusap rambut Zubair dengan lembut seraya berkata, “Saat kita bertamu ke rumah orang, kita tunggu saja tanpa mengintip ke dalam rumah ya.”
Zubair bertanya, “Oh, kenapa harus begitu, Ummi?”
“Supaya memberikan pemilik rumah kesempatan untuk mempersiapkan diri menyambut tamu.”
Zubair mengangguk dan meminta maaf, lalu Ummi menambahkan, “Batas memanggil sampai tiga kali saja ya, Nak. Karena tadi nggak ada sahutan, yuk kita pulang!”
“Terima kasih, Ummi. Pengetahuan Zubair jadi bertambah lagi.”
Ummi dan Zubair pulang ke rumah.
***
Zubair menunggu Salman dengan sabar. Abi bilang Salman dan kedua orang tuanya sedang pergi berlibur ke rumah nenek Salman. Selama itu, Zubair tak pernah mencoba membuka kado itu sampai Salman pulang dan membukanya sendiri. Hanya Salman yang berhak membukanya karena itu kado untuk Salman.
Tiga hari pun berlalu. Dari balik kaca jendela rumah, Zubair bisa melihat bahwa Salman dan kedua orang tuanya telah pulang. Lampu rumah mereka telah menyala.
Zubair datang ke rumah Salman dengan wajah berseri-seri. Betapa penasarannya ia dengan isi kado itu. Ia berharap Salman akan membuka kado bersamanya. Seperti yang diajarkan Ummi, ia mengetuk pintu tanpa mengintip ke dalam. Jika tak ada sahutan setelah tiga kali memanggil, ia akan pulang ke rumah.
Ternyata baru sekali mengucapkan salam, Salman sudah menyahut dan membukakan pintu.
“Sal, ada kejutan buatmu lho. Asyik sekali bisa dapat kado seperti ini.” Zubair memberikan kado itu kepada Salman. “Tadi aku menemukannya di bawah pohon depan rumahku. Mungkin pengantarnya salah alamat.”
“Hahaha.” Salman terpingkal-pingkal melihat keluguan Zubair.
“Lho, kok malah tertawa?”
Setelah perut Salman terasa sakit karena tertawa, barulah ia berhenti. “Zu, itu memang kado buatmu. Sengaja kutulis namaku supaya kamu nggak bingung itu kado dari siapa.”
“Hah? Benarkah?”
“Iya.”
“Dalam rangka apa?”
“Ingat nggak apa yang disampaikan guru ngaji kita? Rasulullah bersabda, ‘Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.’ Memberi kado itu boleh kapan saja, kan? Nggak harus dalam rangka apapun.”
“Jadi ini kadoku?” Mata Zubair berbinar-binar. Ini benar-benar kejutan istimewa.
Anggukan kepala Salman membuat Zubair segera meletakkan kado itu di atas meja beranda rumah Salman.
“Aku buka ya.” Zubair segera membuka kadonya. Matanya makin berbinar saat mengetahui isi kado itu adalah buku-buku cerita Islam untuk anak seusianya.
“Wah, buku! Aku suka sekali membaca buku. Makasih ya, Sal.”
“Sama-sama. Kemarin abiku membeli banyak buku untukku. Jadi, sebagian aku hadiahkan untukmu,” ujar Salman. “Besok kita baca buku bareng yuk! Gimana?”
“Oke, insya Allah.”
“Asyik!” Salman berseru girang.
— Tamat —
*Pernah dimuat di Majalah Adzkia edisi 170.