Sore hari, Udin berjalan-jalan sekitar komplek. Ia sedang mencari teman untuk diajak bermain. Kebetulan, ia melihat Banu, Arif dan Yusuf baru pulang dari masjid. Ia langsung menghampiri mereka dan mengajak bermain patok lele. Namun, akibat komplek rumah mereka yang tidak memiliki lapangan besar, mereka terpaksa bermain di halaman rumah Pak Mansur yang cukup lebar.
Mereka menggali lubang kecil, menyiapkan satu ranting kayu pendek dan satu ranting kayu panjang. Udin menaruh ranting kayu pendek melintangi lubang. Kemudian, mereka berempat hompimpah untuk menentukan kelompok pemain atau penjaga. Udin dan Banu terpilih menjadi kelompok pemain, sedangkan Yusuf dan Arif berada di kelompok penjaga. Udin mendapat giliran pertama. Ia memegang ranting kayu yang lebih panjang dan bersiap memukul kayu pendek. Syuuung! Kayu pendek melambung.
Pluk! Kayu pendek jatuh ke tanah tanpa ada yang bisa menangkap.
“Yihaaaa!” teriak Udin girang.
Udin melanjutkan permainan. Ia mengambil kayu pendek dan meletakkannya di tangan kiri. Sedangkan, tangan kanannya memegang kayu panjang dan bersiap untuk memukul kayu pendek. Udin melambungkan kayu pendek pelan dan segera memukulnya dengan kayu panjang.
Sekali lagi tidak ada yang berhasil menangkap kayu pendek. Udin berhak melanjutkan permainan. Kali ini kayu pendek dimasukkan ke dalam lubang. Udin harus berhasil memukul kayu itu menggunakan kayu panjang hingga membuatnya terpelanting dan terlempar ke arah lawan. Kayu pendek berhasil melambung tinggi dan jauh.
Whush dan Pyar! Terdengar suara kaca pecah cukup keras. Wajah mereka berempat pucat seketika. Kaca jendela Pak Mansur pecah bersamaan dengan jatuhnya kayu pendek dan raungan dua ekor kucing yang tengah bertengkar di dekatnya.
Seketika Udin mengajak teman-temannya melarikan diri, tapi Banu melarangnya. Banu menyarankan untuk mereka mengakui kesalahan itu semua ke pak Mansur. Yusuf dan Arif saling berpandangan. Mereka bingung mau mengikuti saran siapa. Sepertinya pak Mansur sedang tidak ada di rumah dan jalanan saat itu juga sedang sepi. Mereka berempat memutuskan mengikuti saran Udin untuk melarikan diri.
Keesokan harinya Banu melintasi rumah Pak Mansur. Pak Mansur terlihat sedang berbicara dengan seorang pria sambil memandangi kaca jendela yang hancur. Banu tidak berani menyapa mereka dan langsung melanjutkan perjalanan.
"Hei Banu!" Tiba-tiba Pak Mansur melihat Banu dan memanggilnya. Banu berhenti dan menghampiri Pak Mansur dengan gemetar.
"Kamu tahu siapa yang memecahkan kaca jendela rumah Bapak?" tanya Pak Mansur. Banu hanya terdiam. Ia takut untuk berkata jujur.
"Maaf Pak saya tidak tahu pelakunya, saya buru-buru Pak. Saya mau pulang dulu ya Pak,” kata Banu gugup sambil berlalu meninggalkan Pak mansur. Sesampainya di rumah, Banu menceritakan hal itu kepada Udin, Arif dan Yusuf. Banu memaksa mereka untuk ikut mengakui kesalahan yang telah terjadi kemarin.
Udin masih tidak mau karena nanti dia yang akan lebih disalahkan. Namun, Banu meyakinkan bahwa mereka tidak akan mengatakan siapa yang melemparkan kayu itu. Mereka akan mengakui bahwa itu kesalahan bersama. Akhirnya, Udin mau mengikuti saran Banu meskipun dengan terpaksa. Mereka berempat datang ke rumah Pak Mansur. Terlihat Pak Mansur sedang memperbaiki kaca jendelanya.
"Hmm Pak, Banu tahu siapa yang memecahkan kaca jendela bapak kemarin," ujar Banu memberanikan diri.
"Iya Bapak juga sudah tahu Banu," jawab Pak Mansur. Udin, Arif dan Yusuf saling bertatapan dengan ketakutan.
"Maafkan kami Pak. Kami bermain patok lele di halaman rumah Bapak kemarin. Kami tidak sengaja melempar kayu ke arah jendela," ujar Banu sambil menunduk.
"Oiya kah? Hmm terima kasih ya kalian sudah mau jujur. Sebenarnya, jendela pecah bukan karena kayu tapi karena kerikil. Kucing kami kemarin bertengkar dan beberapa kerikil terlempar mengenai jendela. Istri kemarin yang menemukan ada beberapa kerikil dekat serpihan kaca." jelas Pak Mansur sambil tersenyum.
"Jadi bukan kami pelakunya Pak? Berarti kami boleh bermain lagi patok lele di sini?" tanya Udin seketika antusias.
"Eits tentu dengan beberapa syarat, harus minta ijin terlebih dahulu dengan yang punya halaman, jangan terlalu dekat dengan jendela rumah daaaan yang paling penting…"
"Apa itu pak?" tanya Udin tak sabar.
"Berani mengakui kesalahan," jawab Pak Mansur dengan senyuman. Akhirnya, Udin, Banu, Arif, dan Yusuf dapat bernafas lega.