Mohon tunggu sebentar, kami sedang memuat konten untuk Anda.
PaberLand - Platform Komunitas Penulis Bacaan Anak Indonesia
Dipublikasikan 25 hari yang lalu
Layangan kesayanganku
Terbang tinggi di udara
Lepas dan bebas dengan bahagia
Angin sepoi-sepoi membelainya
Lembut, seperti hangatnya kasih Mama
Layangan model jawa aku suka
Bunyinya yang khas membuatku terpana
Susah payah aku membuatnya
Membuat pola hingga mengguntingnya
Meski keringat mengucur deras, sungguh tak apa
Layanganku, teman setia
Di waktu senja aku menerbangkannya
Ku berlari bersama semilir angin
Bermain riang di kampung halaman
Menguntai pengalaman yang penuh makna
Mahyra Senja adalah penulis buku berbagai genre. Penulis dengan nama asli Maryanah, S.Pd ini telah menerbitkan tujuh buku solo dan sebuah novelet berjudul Romansa Perjuangan Cinta. Alumnus Universitas Indra Prasta Jakarta ini ingin memberikan manfaat bagi orang lain. Selain menulis, beliau berprofesi sebagai guru di SMP Islam YKS Kota Depok. follow medsos instagram dan facebook @Mahyra_Senja. Karya-karya solonya yaitu buku Pengalaman Seru Puasa Faza & Sahabat dll.
Di lautan hangat Teluk Bogam, Kalimantan Tengah, hiduplah seekor dugong bernama Goru. Tubuhnya besar, gerakannya lamban, dan yang paling disukai Goru adalah tidur di antara padang lamun sambil mengunyah rumput laut dengan santai. “Ah, hidup itu dinikmati,” ucapnya saat diajak berenang pagi-pagi oleh teman-temannya. Suatu hari, laut yang dulu damai mulai berubah. Padang lamun menguning dan mati. Air menjadi hangat dan terasa aneh. Teman-teman Goru mulai resah. “Ini akibat pemanasan global,” bisi...
Brakk. “Huwaa…layanganku, Bun. Layanganku..hiks.” Azka histeris sambil membawa layangan yang robek. “Lho, baru pulang kok, nangis? Ada apa dengan layanganmu?” tanya Bunda heran. Ia menyelidik. “Jangan-jangan layanganmu putus, ya?” Hiks. “Bukan, Bun. Layanganku rusak.” Tangis Azka makin kencang. “Oh, gitu. Ya sudah, nanti Bunda belikan lagi, udah nangisnya berhenti dulu.” Bunda kasian melihat putranya. “Huwaa..tapi, layanganku dirusak, Bun. Pokoknya aku nggak terima. Aku nggak mau main lagi sama...
Di dada anak-anak negeri, ada api kecil yang murni. Bukan untuk membakar dendam, melainkan untuk menerangi jalan yang kelam.
Kakak, Selamat Jalan! Oleh: Uma Nurmala Jaket hijau tidak ada ditempatnyaTanda kakak sudah pergi bekerjaPulangnya kakak selalu dinantikanKarena biasanya bawa makanan Kakak, Ibu, dan Bapak bekerjaSetiap hari untuk keluargaKakak bekerja untuk pendidikankadang juga untuk jalan-jalan Malam ini Bapak pergi tiba-tibaIbu sampai larut malam terjagaTak henti masuk banyak pesanUcapan untuk Kakak, Selamat Jalan! ***
Puisi tentang seorang anak yang ingin hidup merdeka
Puisi tentang Aku di Kerajaan Mie
