"Selesai!" sorak Pak Pito senang. Akhirnya Pak.Pito selesai menaikkan semua barangnya ke atas pedati. Hari ini, Pak Pito dan Bu Elen, akan pindah rumah.
"Tidak ada yang tertinggal lagi, Pak?" tanya Bu Elen memastikan.
"Tidak ada. Kecuali kuali sup asparagus kita," kata Pak Pito sambil naik.ke pedati. "Kamu.tidak berniat membawa kuali itu, kan?
Bu Elen tersenyum. "Iya, nanti kita beli saja di kota. Pasti banyak yang menjual kuali lebih bagus, besar dan kuat. Aku takut, perjalanan jauh, akan membuat kuali itu malah pecah.”
Pak Pito mengangguk. “Oke, saatnya melakukan perjalanan ke kota dan memulai hidup baru,” kata Pak Pito.
Pak Pito lalu menghentakkan tali kekang pedatinya. Kuda berwarna cokelat yang menarik pedati mulai berjalan. Pak Pito bersiul, sedangkan Bu Elen bersenandung kecil.
Sudah sepuluh tahun Pak Pito dan Bu Elen tinggal di desa Keuren. Mereka membuka kedai di samping rumah dan berjualaan sup asparagus. Pelanggan sup asparagus mereka sangat banyak.
Sayangnya, akhir-akhir Bu Elen sering sakit. Pak Pito harus jauh mengantar Bu Elen berobat di kota. Karena itu, Pak Pito memutuskan menjual rumahnya dan pindah ke kota. Mereka berencana berjualan sup asparagus di kota.
“Pak Pito.. Bu Elen..” tiba-tiba ada yang memanggil.
Pak Pito menarik tali kekang pedatinya. Seketika pedati berhenti. Tampak Pak Yol, sahabat Pak Pito, berlari menghampiri pedati.
"Kalian pindah hari ini?” tanya Pak Yol.
“Iya, Pak Yol,” jawab Pak Pito.
“Ah, padahal aku akan ke rumah kalian. Sayang aku terlambat,” Pak Yol menarik napas.
“Kami harus bergegas, Pak Yol. Agar tidak kemalaman sampai di kota,” ucap Bu Elen.
"Tidak adakah barang kenang-kenangan untukku? canda Pak Yol. Ia tahu, Pak Pito dan Bu Martha tidak mempunyai banyak barang.
"Ah, kami meninggalan kuali sup asparagus. Bila Pak Yol.mau, silakan!” Pak Pito membalas gurauan Pak Yol.
Setelah berbincang sejenak, Pak Pito dan Bu Elen meneruskan perjalanan ke kota. Sementara Pak Yol bergegas menuju rumah Pak Pito.
"Aku bawa saja kuali ini. Siapa tahu berguna, gumam Pak Yol. Ia segera membawa kuali itu menuju rumahnya.
"Ya ampun. Untuk apa kuali jelek itu?" pekik Bu Martha, istri Pak Yol.
"Kita simpan saja, sebagai kenang-kenangan dari Pak Pito. Dia itu sahabatku.Aku yang menemani Pak Pito membeli kuali ini di kota," jawab Pak Yol sambil meletakkan kuali itu di sudut dapur rumahnya.
Sepanjang siang itu, Bu Martha terus mengomel. Menurutnya, kuali tua itu, hanya membuat sempit dapurnya. Harusnya Pak Pito dan Bu Elen, memberi suaminya barang berharga yang bisa dijual. Apalagi sekarang ini, Pak Yol dan Bu Martha sedang membutuhkan modal untuk berternak ayam.
Bruk.. Malam harinya, terdengar suara keras dari luar rumah. Pak Yol dan Bu Martha buru-buru keluar. Tampak beberapa orang berlarian.
"Ada apa Pak.Ego?” tanya Pak Pito.
"Kami sedang mengejar pencuri perhiasan Nyonya Angela, Pak Pito,” jawab Pak Ego, salah satu pekerja Nyonya Angela. Nyonya Angela adalah istri Tuan Fredy, pemilik perkebunan sayur paling luas di desa Keuren.
"Ke mana pencurinya lari,.Pak.Ego? tanya Bu Martha panik. Ia takut pencuri bersembunyi di sekitar rumahnya.
"Entahlah, Bu Martha. Saya dan teman-teman harus segera menangkapnya.”
Pak. Yol mengajak Bu Martha masuk. Sepanjang malam mereka gelisah dan tidak bisa tidur. Apalagi pencurinya sampai pagi belum tertangkap.
Esok harinya, Pak Yol dan Bu Martha bangun kesiangan. Terburu-buru, Bu Martha menyiapkan sarapan.
"Lo, mana kuali Pak Pito, Bu?”
"Sore hari, Aku pindahkan di luar, karena dapur kita sempit.”
Pak Yol menghampiri kuali itu. "Lo apa ini?" Pak Yol mengambil sebuah kantong kain dari dalam kuali.
Bu Martha buru-buru menghampiri suaminya. Matanya terbelalak melihat banyak perhiasan dalam kantong kain itu.
"Hmm sekarang aku mengerti. Pasti semalam, pencuri itu bersembunyi dalam kuali. Namun saat pergi, kantong ini terjatuh,” tebak Pak Yol.
Pak Yol mengajak Bu Martha ke rumah Nyonya Angela. Nyonya cantik itu senang sekali.
"Terima kasih Pak Yol dan Bu Martha. Di antara perhiasan ini, ada cincin, kalung dan gelang warisan keluarga saya," cerita.Nyonya Angelia.
Pak Yol.dan Bu Martha ikut gembira. Walau kaya, Nyonya Angela dan Tuan Fredy ramah dan suka menolong.
"Ambil lah ini, sebagai tanda terima kasihku," Nyonya Angela.menyerahkan seuntai kalung dan sebuah cincin pada Bu Martha. “Kalian bisa menjualnya untuk modal usaha.”
Pak Yol dan Bu Martha senang sekali. Kini mereka bisa beternak ayam.
"Makanya jangan marah-marah dulu! Barang yang tidak terpakai, belum tentu sampah dan tidak berguna lagi,” canda Pak Yol.
Bu Martha hanya tersipu malu.