Di sebuah taman yang indah, tinggallah para lebah yang dipimpin oleh seorang Raja Lebah. Raja Lebah adalah seekor lebah besar yang gemuk dan suka bermalas-malasan.
Ia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan tidur di dalam bunga mawar, sementara rakyatnya bekerja keras mengumpulkan nektar.
Suatu hari, Mentri Keuangannya membuat pengumuman penting.
"Mulai hari ini," katanya, "setiap lebah harus menyetor 80% dari nektar yang mereka kumpulkan kepada saya.”
Itu adalah 'Pajak Nektar' baru untuk membangun istana saya yang lebih besar dan lebih berkilauan!
Rakyat lebah terkejut. Mereka sudah menyetor 50% nektar, dan sekarang harus menyetor 80%? Itu tidak adil! Dengan pajak yang begitu besar, mereka tidak akan punya cukup nektar untuk diri mereka sendiri.
Seekor lebah kecil bernama Bimo sangat marah.
"Ini tidak benar!" bisiknya kepada teman-temannya.
"Kita tidak bisa makan istana yang berkilauan! Kita butuh nektar untuk hidup!"
Bimo mengumpulkan teman-temannya, termasuk Belalang yang pintar berhitung dan Kupu-Kupu yang suka membuat puisi.
"Kita harus berani memprotes," kata Bimo. "Kita tidak bisa hanya diam."
Mereka berencana untuk mengadakan "Demo Senyap." Mereka tidak berteriak atau menyerang. Sebaliknya, mereka terbang beriringan, membawa bunga-bunga kosong tanpa nektar.
Mereka meletakkan bunga-bunga kosong itu di depan istana Raja Lebah, sebagai simbol dari kantung mereka yang kosong.
Raja Lebah yang sedang asyik makan kue nektar, merasa heran.
"Kenapa kalian membawa bunga kosong? Di mana nektar saya?" teriaknya.
Bimo terbang maju.
"Yang Mulia," katanya dengan suara pelan tapi tegas, "kantong kami kosong, karena Pajak Nektar yang Mulia terlalu besar. Kami hanya bisa memberikan bunga-bunga kosong ini, karena nektar kami sudah habis."
Awalnya, Raja Lebah tertawa. "Demo bodoh!" katanya.
Tapi, hari demi hari, semua lebah hanya membawa bunga kosong. Stok nektar Raja Lebah menipis. Istana barunya tidak bisa selesai, dan yang lebih buruk, ia tidak punya cukup nektar untuk membuat kue kesukaannya.
Raja Lebah akhirnya menyadari kesalahannya. Ia membutuhkan nektar rakyatnya. Ia tidak bisa hidup sendirian. Ia memanggil Bimo dan teman-temannya.
"Baiklah," kata Raja Lebah, "saya minta maaf. Saya salah. Saya akan menurunkan Pajak Nektar menjadi 30% saja. Dan saya akan mendengarkan masukan kalian di masa depan."
Rakyat lebah bersorak gembira. Mereka tahu, suara kecil mereka yang bersatu bisa menciptakan perubahan besar. Bimo tersenyum. Ternyata, protes yang bijak bisa lebih kuat daripada teriakan yang keras.