Angin lembut menyapa dari kejauhan. Terdengar pula kegembiraan hewan-hewan padang pasir sedang bermain. Bubu si burung belibis pasir akan melompati ranting yang digerakkan Tupi si tupai dan Kuki si tikus. “Bersiap Bubu.. Lompattt!” seru Kuki. Kaki Bubu melompat dengan lincah ke kanan dan ke kiri, menghindari ranting seperti irama alam yang ceria.
Gedebuuuggg! Tiba-tiba kaki Bubu tidak seimbang, dia terjatuh tersungkur ke tanah. Wajah Bubu meringis, sayapnya terjepit ranting dan terasa sakit. Teman-temannya segera menghentikan permainan dan menolong Bubu. Sejak kejadian itu, Bubu tidak bisa terbang untuk beberapa hari.
Hingga suatu hari, Bubu merenung di sarangnya. “Ah, sedih sekali tidak bisa terbang dan bermain” gumamnya. Pikirannya sempat kalut, hingga teringatlah pesan para burung kepadanya dahulu. Di oase terdapat dedaunan hijau keemasan yang bisa menyembuhkan sayap yang patah. Bubu sering terbang menuju oase, tempat terbaiknya untuk mencari minum, air jernihnya mengalir dari mata air di tengah gurun. “Yap, aku harus segera ke oase sekarang!”.
Tekadnya kini kuat, dia berencana menemui teman-temannya untuk mengetahui cara berjalan di gurun. Bubu menghampiri Tupi si tupai, menyampaikan keinginannya, dan Tupi mulai menunjukkan caranya. Si tupai melompat lincah di pasir, dan memanjat pohon dengan gesit. Bubu mengamati dengan semangat, “Aku juga ingin secepat itu!”. Dia mencoba melompat seperti tupai, sayapnya mengepak namun lambat. Bubu terengah, dia tersedak karena pasir masuk ke paruhnya. Setelah mencoba beberapa kali, Bubu tidak berhasil menirukannya.
Matahari semakin menyengat, gurun makin kering. Bubu hanya mengamati Tupi yang tidak kepanasan karena ekornya yang meneduhkan kepala. Hingga terbesitlah ide, Bubu meminta bantuan Tupi untuk mengambilkan sebuah daun di atas pohon. “Nah, daun ini juga bisa melindungiku dari terik matahari” ucap Bubu sambil membentangkan daunnya seperti payung. “Wah, ide bagus Bubu. Sekarang kamu tidak kepanasan” kagum Tupi.
Meski lambat dan berat, Bubu melanjutkan perjalanan di tengah hamparan pasir gurun. Hingga dia bertemu dengan Kuki yang berada di semak kaktus. Kuki melintas dengan cepat, melompat tanpa ragu. Kemudian si tikus menggigit batang kaktus perlahan. Dia menelan bagian kaktus yang berdaging dan penuh air. Bubu mendekat, ingin mencoba hal yang sama untuk menghilangkan dahaganya. “Aduuuhhh.. Aduuuhhh lidahku!” teriak Bibu kesakitan. Sayangnya, paruhnya menjadi sakit, duri-duri juga menusuk lidah.
Di tengah kekecewaannya, matanya tak sengaja mengamati sebuah kaktus kering, duri-durinya tajam tapi layu. “Ahaaa! Kuki bisakah kamu membantuku membersihkan duri kaktus ini?” tanya Bubu. Kuki senang hati membantu, Bubu memotong kaktus menjadi dua.
“Mau buat apa?” tanya Kuki keheranan. “Ini bisa menjadi alas kakiku” jawab Bubu. Ia mencoba mengenakan kaktus di kakinya, mengikatnya dengan rumput kering. Kuki membantu menarik simpul kuat-kuat. “Wah, tidak terasa panas lagi!” kata Bubu gembira. Kini, dia dapat berjalan dengan mudah, pasir terasa lebih bersahabat kali ini. Bubu berterima kasih kepada Kuku, dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju oase.
Angin bertiup, membawa aroma segar. Aroma itu membuka mata Bubu, mengingatkannya pada segarnya mata air. Dia juga melihat bayangan bebatuan memanjang ke timur. Bubu mulai mengingat oase dari langit. “Yaaa.. aku tahu tempat ini, arahnya mengikuti matahari terbenam” ingat Bubu samar-samar. Bubu melanjutkan perjalanan perlahan, jejak kumbang menuntunnya melalui jalur aman.
Oase itu akhirnya muncul di depan mata. Air tenang memantulkan wajah Bubu yang lega. Dia menemukan daun hijau keemasan, meminum air perlahan, dan membangun sarang di cekungan tanah. Bubu meramu daun menjadi obat, mengoleskan ke sayapnya dengan hati-hati. Beberapa hari berlalu, sayap Bubu pun mulai pulih dan dia mampu terbang kembali.
Bubu teringat dengan teman-temannya di seberang gurun. Dia menampung air menggunakan bulu perutnya, menyimpan biji-bijian di paruhnya. Bubu mulai terbang rendah, hingga bertemu dengan Tupi dan Kuki. Dia membagikan sebagian bijinya, berbagi tetesan air pelepas dahaga.
Setiap jejak Bubu membawa cerita dan pelajaran yang berharga bagi teman-temannya. Dari berbagai cara menghadapi panas dan bahaya, ia memilih yang terbaik untuk dirinya sendiri. “Kesulitan di gurun bukanlah halangan, aku bisa karena menjadi diri sendiri” ucapnya bahagia.
Nurlaili Dya