LAHIRNYA I LA GALIGO
Selain Luwuq dan Tompoq Tikkaq, Alecina adalah lokasi ketiga keturunan dewata turun ke bumi. Saat Welengreng menuju Alecina, Ibu I We Cudaiq , We Tanriebeng bermimpi melihat matahari di depan matahari. Ia pun bertanya pada bissu. Bissu yang memang bisa menerjemahkan mimpi berkata bahwa itulah pertanda kapal emas yang membawa calon pasangan I We Cudaiq sudah akan datang.
Sementara itu, Sawerigading terus mencari informasi tentang negeri Cina, baik lokasi istananya, adat istiadat, dan tentu saja tentang calon pengantinnya. Kali ini, dia tak boleh gegabah dan berujung kegagalan.
Ia bertanya pada raja-raja yang ia lewati, juga pada para penduduknya. Salah satu informasi penting yang ia dapatkan adalah, Raja Cina memiliki 15 anak, 2 belum menikah dan salah satunya adalah I We Cudaiq.
Kapal Emas Welenreng pun berlabuh di dermaga Cina. Raja Cina langsung mengutus petugas-petugasnya untuk menyelidiki keperluan kapal itu.
Sang petugas memberitahu, apabila mereka berniat untuk perang, maka sebutkanlah uang yang mereka inginkan, karena Raja akan menebusnya, lalu pergilah.
Apabila mereka datang untuk berdagang, maka harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku di negeri Cina.
Apabila mereka datang untuk mencari isteri, maka sang Raja punya dua anak yang belum menikah.
Sawerigading mengatakan bahwa rombongannya ingin berdagang. Itu ia lakukan agar lebih leluasa dalam menyelidiki kebiasaan negeri Cina dan memastikan calon pengantinnya terlebih dahulu.
Salah satu yang pertama kali dia lakukan adalah mengutus burung-burung. Mereka ditugasi untuk mengintai istana Raja Cina, lalu melaporkan pada Sawerigading, apa betul I We Cudaiq tinggal di sana.
Burung-burung Luwuq memang cerdas. Tak butuh waktu lama, mereka pun kembali dan melaporkan bahwa putri di istana itu memang I We Cudaiq , dan wajahnya persis seperti yang digambarkan We Tenriabeng. Batara Lattuq menghadiahi burung-burung itu beras emas.
Kemudian, Sawerigading pun menyamar menjadi saudagar, dengan mengubah dirinya menjadi Oroq Kelling, yakni kaum berkulit sawo matang. Ia mendatangi istana, mengatakan dirinya menjual dupa, yakni kayu yang bila dibakar akan mengeluarkan aroma wangi. Sawerigading menjamin, kayunya itu wanginya bagaikan aroma kerajaan langit. Sawerigading tak berbohong, asal kayu itu memang dari pohon-pohon langit.
Sang ratu mencoba aroma kayu itu. Dia sangat senang, lalu memanggil pula putri-putrinya untuk mencoba. Saat melihat langsung I We Cudaiq, Sawerigading melakukan penyidikan berikutnya.
Dia mengambil dari sakunya, gelang dan cincin yang dibekali oleh We Tenriabeng. Bila benar putri inilah yang dia cari, maka seharusnya ukurannya pas. Ternyata, betul sekali. Ukurannya memang pas.
Setelah itu, Sawerigading mengaku kalau sebenarnya ia adalah utusan dari Sawerigading. Pangeran yang datang dengan Kapal Welengreng. Ia juga menyampaikan maksudnya, yakni menanyakan apakah Raja dan Ratu berkenan apabila Sawerigading hendak meinang I We Cudaiq?
Setelah beberapa hari, dikirimlah balasan kepada Kapal Welenreng. Raja dan Ratu Cina menerima pinangan Sawerigading dengan syarat mereka mengirimkan mahar emas sebanyak helai daun pohon asam ditambah sebanyak bulu kucing belang Meong Mpalo Karellaé.
Sawerigading terpana sesaat. Itu adalah mahar yang sangat besar. Ia lalu mengumpulkan harta dari negeri-negeri yang ia kuasai, juga memohon pada kerajaan langit. Baru setelah tiga bulan lamanya, mahar itu terkumpul.
Akan tetapi, tiba-tiba I We Cudaiq menolak lamaran Sawerigading, dan mahar pun dikembalikan ke kapal Welenreng. Rupanya, I We Cudaiq yang belum pernah melihat langsung wajah Sawerigading termakan kabar bahwa awak kapal Werenleng adalah orang-orang yang biadab, bodoh, dan hitam sekali kulitnya. Tak cuma itu, I We Cudaiq juga terus menceritakan kabar itu kepada orang-orang.
Murkalah Sawerigading karenanya. Maka dia pun menyuruh pasukannya untuk menyerang. Separuh negeri Cina hancur, banyak orang yang meninggal. Dengan kondisi itu, We Tanriebeng membujuk anaknya agar menepati janji untuk menikah dengan Sawerigading.
Dengan rasa enggan, I We Cudaiq mau, dengan syarat Sawerigading menghidupkan kembali rakyatnya yang telah mati. Sawerigading juga harus menemukan I We Cudaiq yang berada dalam ruang gelap, di tengah malam, dalam istana gelap yang dipasangi labirin tujuh pintu berpalang, selama pencarian Sawerigading harus menutup matanya dengan 7 lapis kain.
Sawerigading menyanggupi. Dia lalu menghidupkan kembali warga Cina yang sudah mati. Namun, bagaimana dia bisa menemukan I We Cudaiq? Maka dia pun meminta petunjuk lagi kepada We Tenriabeng. We Tenriabeng mengutus kunang-kunang, kucing belang Meong MK, dan angin untuk memandunya.
Sawerigading pun berhasil. I We Cudaiq kaget, kok secepat itu Sawerigading menemukan ruangan tempatnya berada? Saat itu barulah I We Cudaiq tahu, ternyata selama ini dirinya termakan gosip. Walau begitu, I We Cudaiq tidak mau berbicara dengannya. Namun Batara Guru tak menyerah. Ia terus menceritakan pengalaman demi pengalamannya mengelilingi dunia. Dia juga memamerkan kemampuannya bicara aneka bahasa. I We Cudaiq pun kagum, dan akhirnya mau menikah dengan Sawerigading. Namun, I We Cudaiq hanya mau pernikahan mereka bersifat rahasia karena ia kadung berkoar-koar tentang betapa jelek dan biadabnya Sawerigading.
Sawerigading kecewa, maka demi menghiburnya, Raja dan Ratu Alecina menawarkan I We Cimpau, puteri dari salah satu negeri yang dikuasai Alecina. Begitu melihat I We Cimpau rasa tenang segera merayapi hati Sawerigading. Mereka pun menikah. Sawerigading membawa I We Cimpau ke Istana Mario, istana yang diturunkan oleh kerajaan langit di Alecina. Tak lama kemudian I We Cimpau mengandung.
Puteri I We Cimpau lahir dengan segala upacara kebesaran kerajaan langit. Semua orang kagum dengan megahnya upacara orang Luwuq. Melihat I We CImpau, orang-orang mencibir kekonyolan I We Cudaiq yang menolak Sawerigading.
Tak lama kemudian, ternyata I We Cudaiq juga hendak melahirkan. Raja dan Ratu mengadakan berbagai upacara adat Alecina, namun bayi itu tak kunjung keluar. Lalu We Tanriebeng pun sadar bahwa putrinya mengandung bayi keturunan langit, itulah mengapa bayi meminta upacara langit. Kemudai We Tanriebeng juga bermimpi bahwa kerajaan Langit amatlah marah dengan dusta yang pernah disebarkan I We Cudaiq, bila Sawerigading dan I We CImpau tidak memintakan maaf istrinya itu kepada Langit, maka Cina akan dihancurkan. We Tenriabeng pun tergopoh-gopoh datang ke Mario memberitahukan mimpinya itu kepada Sawerigading dan I We Cimpau.
Sawerigading dan I We Cimpau pun bersegera ke istana Alecina. I We Cudaiq sangat menyesali kebodohannya yang tidak menjaga mulut. Sawerigading dan I We CImpau berulangkali memohon maaf kepada Raja dan Ratu Langit. Upacara, doa, peperangan, dan peralatan bissu sudah didatangkan, tetapi bayi itu tak mau keluar. Sawerigading sangat khawatir. Dalam kepasrahannya, ia memanggil anak itu. Barulah, anaknya itu lahir. Sesuai cita-citanya dulu, dinamainya si anak ini I La Galigo.
Akan tetapi, I We Cudaiq ternyata tak menghendaki I La Galigo. Saat itulah, Sawerigading, dan kedua raja dan ratu Alecina meminta I We Cimpau untuk membawa anak itu ke Istana Mario. Bayi itu tersenyum kepada I We CImpau. Akhirnya mereka pun sepakat membawa I La Galigo ke Maria.
Saat menaiki kereta sambil menggendong Galigo, tiba-tiba langit mendadak gelap dan petir bersahut-sahutan. Cuaca mencekam sehingga semua orang menutup mata. Namun mendadak, langit kembali cerah. Alangkah terkejutnya I We Cimpau, tiba-tiba di pangkuannya ada selembar surat emas dari Raja dan Ratu Langit..
Surat itu berisi pesan atas rasa terima kasih yang sangat dari Istana Lagit kepada I We Cimpau. Mulai saat itu, I La Galigo adalah anak dari I We Cimpau.
I La Galigo tumbuh menjadi anak yang pandai, kuat, lincah, dan sangat percaya diri. Sawerigading juga selalu mengajaknya berlayar dari negeri ke negeri. Tak heran di usia muda nanti, ia sudah pandai berlayar.
Suatu hari, ia mendengar bahwa sebenarnya I We Cimpau bukanlah ibu kandungnya. Ia pun mempertanyakan kepada kedua orangtuanya. Setelah merenung, akhirnya mereka pun memberitahukan kisah sebenarnya. I La Galigo sangat sedih dengan sikap ibu kandungnya. Namun, ia tetap penasaran. Ia ingin tahu bagaimana ibunya dan bagaimana kerajaan Alecina.
Maka Sawerigading mengajak I La Galigo ke gelanggang sabungan ayam di kerajaan Alecina. Saat ayam ayahnya menang, I La Galigo menari dengan penuh sukacita. I We Cudaiq sangat tertarik dengan anak itu dan bertanya kepada penasehat kerajaan. Ia pun akhirnya tahu, anak itu adalah darah dagingnya.
I We Cudaiq lalu membujuk I La Galigo untuk tinggal bersamanya. Namun, anak kecil itu tidak mau, kecuali bersama ayahnya. Maka sejak saat itulah I La Galigo tinggal di istana Alecina.
Beberapa tahun kemudian, lahirlah adiknya yang diberinama We Tenridio. Suatu hari saat menginjak remaja, We Tenridio bermimpi diperlihatkan istana langit. Sejak itu, dia tak bisa bergerak maupun berbicara. Berbagai pengobatan pun diusahakan, namun belum juga sembuh.
Akhirnya, Sawerigading meminta petunjuk kepada saudarinya di Dunia Langit, We Tenriabeng. We Tenriabeng menyuruh Sawerigading untuk mengumpulkan saudara-saudara mereka yang keturunan dewa untuk menanam padi emas, memanen, dan mempersembahkannya di istana dengan tangan sendiri. Maka berdatanganlah para keturunan dewa itu ke negeri Cina. I La Galigo paling girang saat bertemu pamannya yang membawa kerbau dengan cemeti emas. Berkat kerbau emas itulah panen bisa dilaksanakan lebih cepat karena membuat tanah lebih cepat gembur. Akhirnya padi emas yang sudah dipanen bisa disajikan di istana.
***
“Yang Mulia I La Galigo, La Sulolipu, La Pananrang, Raja Sawerigading meminta yang mulia sekalian segera datang ke istana,” Kepala Pengawal datang tergopoh-gopoh.
“Tadi kami tak boleh ikut-ikutan, kenapa sekarang disuruh ke istana, Paman?” Galigo kesal, malah merebahkan diri di atas batu telaga.
“Hamba juga tidak tahu, Paduka. Namun, sepertinya ada perintah terbaru dari Paduka We Tenriabeng … “
I La Galigo terduduk. La Sulolipu dan La Pananrang malah langsung berdiri.
“Ayo, kita berangkat, Galigo!” La Pananrang menarik lengan Galigo.


