Di Balik Hujan Senja
Oleh: Hafiyan Al Muqaffi Umary
31/7/2025
Bab 1: Bayangan yang Tak Pernah Pergi
Hujan pertama bulan Juli turun tanpa aba-aba, menghapus jejak-jejak langkah sore di trotoar stasiun Kota Lama.
"Aku rasa kita tidak pernah benar-benar memilih untuk bertemu," kata Rayyan sambil menatap langit kelabu yang bergetar.
Ia berdiri di bawah atap warung kopi tua, tubuhnya masih dibalut jaket denim yang basah separuh, rambutnya meneteskan air hujan. Di hadapannya, seorang perempuan dengan tas kanvas usang tampak ragu untuk menanggapi. Namanya Nayla — atau begitulah ia memperkenalkan diri pagi tadi saat mereka berdua sama-sama kehilangan arah di peron yang sama.
Perkenalan mereka sederhana, tak lebih dari gumaman “permisi” yang berubah jadi percakapan tak berarti tentang arah kereta. Namun sejak itu, waktu berjalan berbeda bagi Rayyan. Seolah Nayla membawa serta aroma masa lalu yang tak bisa dijelaskan.
Rayyan adalah seorang jurnalis lepas, tinggal di kota ini karena alasan yang ia sendiri tak kuasai. Setiap malam ia menulis tentang dunia yang bergerak terlalu cepat, tetapi hari ini—di hadapan perempuan yang seakan disusun dari kenangan yang belum pernah ia miliki—waktu melambat.
"Ada yang pernah bilang padaku, kita bertemu orang-orang yang kita butuhkan... bukan yang kita inginkan," lanjut Nayla, suaranya nyaris tenggelam dalam riuh hujan.
Rayyan menoleh, memperhatikan gurat kelelahan di wajah perempuan itu. Matanya menyimpan sesuatu — mungkin luka, mungkin rahasia. Tapi yang pasti, ia sedang membawa sesuatu yang ingin ditinggalkan.
Setting: Kota Lama, sebuah kota fiktif dengan nuansa Eropa tempo dulu yang masih terjaga. Jalanan berbatu, toko-toko kecil dengan lampu kuning temaram, dan stasiun tua yang menjadi saksi banyak kisah perpisahan.
Karakter:
-
Rayyan: Jurnalis berusia 28 tahun, skeptis, punya masa lalu yang kelam dan belum selesai.
-
Nayla: Seorang seniman jalanan, misterius, penuh kontradiksi, tampak kuat namun sebenarnya rapuh.
Momen Refleksi
Rayyan tak pernah percaya pada takdir, tapi pertemuannya dengan Nayla menyisakan kegelisahan yang tak dapat ia tangkap dengan logika. Sejak ia tiba di kota ini, ada suara-suara yang membisikkan hal-hal aneh dalam tidurnya. Dan Nayla, entah kenapa, menjadi kunci dari semuanya.
Menuju Klimaks Bab
Di ujung percakapan mereka, Nayla menunjukkan sebuah sketsa tua yang ia bawa—sebuah gambar rumah dengan simbol aneh di pintunya. Rayyan mengenali simbol itu. Ia pernah melihatnya, dalam mimpi-mimpinya selama berminggu-minggu terakhir.
Akhir Bab
"Aku pernah berada di rumah ini... tapi aku tidak tahu kapan," gumam Rayyan, gemetar.
Nayla hanya menatapnya tajam. "Karena kau belum seharusnya ingat."
Bersambung ke Bab 2...
Jika kamu ingin lanjut ke Bab 2 atau ingin cerita ini dikembangkan jadi full novel, tinggal beri judul bab selanjutnya ya!