Martabak Corona
Oleh: Asri Wulantini
“Anak-anak, mulai besok kalian belajar dari rumah ya! Kita dilarang bertemu dulu. Jaga jarak, jaga kesehatan, jaga kebersihan dan selalu jaga ibadah!” ujar Bu Risma, menyampaikan berita di depan kelas.
Riuh suara tanya para murid saling bersahutan. Mereka saling menerka sebab musababnya. Hingga akhirnya, mereka pun tak tahan untuk bertanya.
“Mengapa kami harus belajar dari rumah, Bu Guru? Mengapa kita tidak boleh ke sekolah?” tanya Aira, si ketua kelas sebagai juru bicara.
Bu Risma menjelaskan tentang virus corona yang tengah melanda negeri. Membuat segenap aktivitas terpaksa terhenti. Beberapa kantor layanan publik sementara tak beroperasi. Menunggu situasi normal kembali. Begitupun dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah kami.
Sejak hari itu, Aira belajar di rumah. Dengan berat hati Aira harus berpisah dengan teman dan para gurunya. Aira percaya, suatu hari corona akan pergi. Aira tahu demi Kesehatan dan pemutusan wabah Corona, beraktivitas dari rumah harus dilakukan. Aira yakin belajar di rumah juga mengasyikkan.
Berbulan berlalu. Corona masih betah bertahan. Aira ternyata mulai bosan. Aira rindu teman-teman. Aira rindu sekolah dan semua guru. Aira mendatangi bunda, berniat meminjam ponsel pintar.
“Bunda, bolehkah pinjam Hp?” tanya Aira ragu-ragu.
Aira tahu, Bunda sangat membatasi penggunaan gadget. Bunda hanya akan meminjamkan gadget untuk pembelajaran. Aira duduk di sebelah Bunda yang sedang mengetik. Bunda menoleh sekilas.
“Untuk apa? Masih ada tugas sekolah yang belum dikerjakan?” tanya Bunda sambil terus mengetik.
“Mmmmh ..., Aira rindu teman-teman. Aira pingin menghubungi mereka. Gak nelfon, kok. Hanya chatt via WA,” ucap Aira, berusaha meyakinkan Bunda.
Bunda memutar duduknya, menghadap Aira. “Benar hanya chatt WA?”
Aira mengangguk cepat.
“Oke. Bunda kasih waktu 30 menit, ya. Ingat, tidak membuka aplikasi yang lain. Hanya WA!” tegas Bunda. Aira kembali mengangguk dan tersenyum.
Aira segera membuka aplikasi whatshapp. Aira mencari semua nomor Hp temannya. Dengan cepat, Aira menuliskan sapaan rindu pada teman-temannya. Beberapa temannya langsung merespon. Tentu saja Aira sangat senang. Kerinduannya sedikit berkurang, meski tetap tak seutuhnya terbayar.
“Bunda, kapan Corona ini usai?” tanya Aira sambil mengembalikan ponsel pintar Bunda.
Bunda tersenyum, “InsyaaAllah, Corona akan segera berlalu. Kita berdoa terus, semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dan negeri ini dari wabah.”
“Tapi ..., Aira bosan dirumah terus, Bunda. Aira ingin kembali sekolah. Bertemu teman-teman. Seperti dulu.”
Bunda tersenyum lagi. “Aira, menjalani sesuatu yang baru itu memang tidah mudah. Tapi kita tetap harus optimis. Belajar di rumah juga demi kebaikan bersama. Belajar di rumah sebenarnya malah lebih mudah dan hemat waktu.”
“Tapi, belajar di rumah gak seru. Gak bisa Belajar bersama teman.” Aira manyun.
“Siapa bilang gak seru. Aira bisa Belajar bersama adik-adik, kan?”
“Belajar apa? Pelajarannya kan gak sama!’
“Yaa, Belajar hal-hal yang bisa dilakukan bersama, dong. Misalnya .... mmmh,” Bunda tampak berfikir.
“Oya, belajar buat martabak aja, yuk!” ajak Bunda, kemudian.
Aira menyambut antusias. Aira setuju dengan ajakan Bunda. Aira pun memanggil adik-adiknya ke dapur. Aira menyiapkan semua bahan sesuai petunjuk Bunda. Aira meracik bumbu sesuai takaran. Adik keduanya membantu memotong sayuran pelengkap. Adik ketiganya mengaduk adonan. Sedang adik kecilnya menghibur dengan celotehan lucu.
Satu jam kemudian, martabak buatan Aira dan adik-adiknya selesai dibuat. Dengan bangga, Aira menyajikannya pada Bunda dan Ayah.
“Mmm ... lezaaat! Gak kalah dengan martabak restoran. Ternyata anak-anak Ayah pandai memasak ya. Ketua kokinya siapa nih?” ujar Ayah sambil lahap menyantap martabak dengan campuran saos pedas diatasnya.
“Kak Aira!” semua adiknya menunjuk ke arah Aira.
“Terus nama masakannya apa ini?” tanya Ayah lagi.
“Martabak Coronaaaa! Hahaha ...!” jawab Aira dan adik-adiknya serempak.
Aira tersenyum senang. Sejak saat itu Aira selalu mencoba membuat menu percobaan. Aira tak berhenti belajar. Ternyata belajar di rumah tak selamanya membosankan. Aira jadi punya kesempatan belajar banyak hal di rumah. Tapi Aira tetap ingin belajar di sekolah, jika situasi dan kondisi sudah memungkinkan.
oOOo
