***
Musik margondangi mengalun merdu mengiringi tarian Tor-Tor. Tiur dan Anggi menepuk-nepukkan tangan ke paha sambil mengangkat kaki berulang-ulang mengikuti alunan musik. Namun, latihan sore itu ada yang kurang. Pandangan Tiur berubah sedih ketika melihat ke barisan kosong yang biasa berisi Hotma.
Seusai latihan, Tiur mengajak Anggi untuk menjenguk Hotma. Mereka terlebih dulu membeli bika ambon kesukaan Hotma.
“Pasti senang kali Hotma kita bawakan bika ambon ini,” ujar Tiur.
“Pastinya,” jawab Anggi.
Sesampainya di rumah Hotma, terlihat sepi. Setelah mengetuk beberapa kali, perlahan pintu terbuka. Hotma keluar dengan wajah pucat. Badan gempalnya terlihat kurus.
“Kok, sepi? Bundamu ke mana?” tanya Tiur seraya memapah Hotma ke tempat tidur.
“Bunda sedang membeli obat untukku.” Hotma menjawab pelan.
“Oiya, ini kami bawakan bika ambon kesukaanmu.” Anggi menyodorkan plastik putih di tangannya.
Alih-alih senang, Hotma malah terlihat semakin sedih. Matanya berkaca-kaca.
“Kenapa Hotma? Ada yang sakit lagi?” tanya Tiur khawatir.
Hotma menggeleng seraya berkata, “Kata dokter, aku sakit diabetes.”
“Hah…? Kok, bisa?” tanya Tiur kaget.
“Katanya gara-gara aku sering makan manis, minum-minuman kaleng dengan pemanis buatan. Aku juga kurang olahraga, hanya saat menari saja aku bergerak. Ketika di rumah, aku lebih banyak bermain ponsel dan makan-makanan junkfood. Jadi, sekarang aku tidak bisa lagi menikmati makanan yang manis-manis. termasuk bika ambon itu. Lebih baik kalian bawa lagi bika ambon itu pulang. Aku sedih melihat makanan kesukaanku, tapi tidak bisa menikmatinya.”
Tiur dan Anggi terpaksa membawa pulang lagi bika ambonnya. Mereka janji akan datang lagi menjenguk Hotma.
Ketika perjalanan pulang, Tiur menyampaikan idenya untuk membuat bika ambon yang bisa dimakan Hotma. Tiur mengatakan di rumahnya ada dua tanaman ajaib yang bisa digunakan untuk mewujudkan ide itu.
***
Minggu pagi, Anggi sudah datang ke rumah Tiur.
“Nah, ini semua bahan yang mau kita gunakan untuk membuat bika ambon!” seru Tiur semangat.
Tiur dan Anggi mulai membuat adonan bika ambon. Ibu Tiur hanya mengarahkan dan memantau mereka saja.
“Sekarang kita masukkan cairan manis ini.”
“Eh, itu cairan manis apa, Tiur? Bukannya Hotma tak boleh makan yang manis-manis?”
“Oh, tenang Anggi. Ini rebusan daun stevia yang manisnya aman untuk Hotma.”
Sore harinya, Tiur dan Anggi datang lagi ke rumah Hotma.
“Hotma, ini bika ambon kesukaanmu,” kata Tiur, “Yang ini aman untukmu.”
Hotma mengerutkan kening, bingung. “Kok, bisa?”
“Bisa, dong demi sahabat spesial, kami berhasil buatkan bika ambon spesial ini,” jawab Anggi bangga. “Kotak yang ini kami buat dengan pemanis alami dari daun stevia. Rasanya sama sama seperti bika ambon lainnya. Bedanya ini sangat aman untukmu.”
“Nah, kalau yang ini bika ambon tanpa rasa karena tidak memakai gula sama sekali.” Tiur juga menyerahkan sekotak bika ambon lagi. “Tapi, sebelum memakannya, Kau coba kunyah dulu buah ini,” kata Tiur sambil menyerahkan buah kecil keunguan.
Hotma memakannya, lalu menggigit bika ambon…dan senyumnya terkembang lebar.
“Manis!” serunya. “Tapi...ini buah apa?”
“Ini buah lembah, namanya. Manfaatnya sama seperti stevia. Bisa menggantikan manisnya gula,” jelas Tiur. Mendapat bika istimewa dari kedua sahabatnya, Hotma sangat gembira. Senyum manisnya kembali merekah. Semanis bika, stevia, buah lembah, dan persahabatan yang indah.
***